Multikultural dan Demokrasi



 Adanya prinsip-prinsip kesamaan  kesempatan mengekspresikan diri, hidup berdampingan, dan bekerjasama  antarberbagai kelompok masyarakat membuat konsep masyarakat multikultural berdekatan dengan sejumlah konsep yang didengungkan oleh masyarakat demokrasi dan masyarakat sipil. Konsep-konsep yang berdekatan itu, atau bahkan menjadi landasan bagi penegakan masyarakat multikultural ialah demokrasi, hak asasi manusia, keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos, kebersamaan, kesederhanaan, penghargaan atas keyakinan, kesempatan berprestasi dan mobilitas sosial, penghindaran tindak kekerasan fisik, dan keyakinan rasa aman dengan identitas dan eksistensi. Dengan menyebut sejumlah konsep yang berdekatan itu, kita sudah dapat melihat bagaimana dekatnya konsep multikulturalisme masyarakat dengan upaya peningkatan kesempatan masyarakat memperoleh kesejahteraan sosial. Untuk mewujudkan cita-cita mulia ini diperlukan niat baik dan upaya serius dari segenap komponen bangsa.
Secara konseptual, multikulturalisme sebenarnya relatif baru jika dibandingkan dengan konsep pluralis (plurality) maupun keragaman (diversity). Sekitar tahun 1970-an gerakan multikultural muncul pertama kali di Kanada dan Australia kemudian di Amerikan Serinkkat, Inggris, Jerman, dan lainnya. Selain itu, ketiganya memiliki perbedaan titik tekan. Konsep pluralitas mengandaikan adanya “hal-hal yang lebih dari satu”. Keragaman menunjukkan bahwa keberadaan yang “lebih dari satu” itu berbeda-beda, heterogen, dan bahkan tidak dapat disamakan. Sedangkan multikulturalisme memberikan penegasan bahwa dengan segala perbedaan itu mereka adalah sama di dalam ruang publik sehingga dibutuhkan kesediaan menerima kelompok lain secara sama sebagai kesatuan, tanpa memedulikan perbedaan agama, budaya, etnik, gender, maupun bahasa. Sikap semacam itu membutuhkan keterbukaan hati semua pihak. Tanpa sikap yang terbuka, masing-masing kelompok masyarakat akan membangun berlapis-lapis kecurigaan.  Multikulturalisme merupakan pengikat dan jembatan yang mengakkomodasi perbedaan-perbedaan, termasuk perbedan–perbedaan kesukubangsaan dalam masyarakat yang multikultural. Perbedaan-perbedaan itu terwadahi di tempat-tempat umum,  tempat kerja dan pasar, dan sistem
nasional dalam hal kesetaraan derajat secara politik, hukum, ekkonomi, dan sosial.
Parsudi Suparlan, berpendapat bahwa landasan budaya masyarakat Indonesia yang bercorak masyarakat majemuk sudah saatnya dikaji kembali. Masyarakat multikultural adalah bentuk yang dirasa mampu menjawab tantangan perubahan zaman. Multikulturalisme, adalah sebuah ideologi yang mengagungkan perbedaan budaya atau sebuah keyakinan yang mengakui dan mendorong terwudjudnya pluralisme budaya sebagai suatu corak kehiduan dan masyarakat. Di sisi  lain, munculnya konsep multikulturalisme juga sesuai dengan tuntutan era reformasi. Datangnya era reformasi telah membuka jalan bagi rakyak Indonesia untuk membetuntuk Indonesia Baru. Konsep Indonesia Baru pada hakikatnya adalah sebuah tatanan masyarakat sipil yang demokratis yang ditandai dengan berjalannya penegakan hukum untuk supremasi keadilan, terciptanya pemerintahan yang bersih dari KKN, terwujudnya keteratuarn sosial dan rasa aman dalam masyarakat yang  menjamin kelancaran produktivitas warga masyarakat serta terwujudnya kehidupan ekonomi yang mensejahterakan rakyat Indonesia.  Sebagai strategi dari integrasi sosial maka multikulturalisme mengakui dan menghormati keanekaragaman budaya. Hal ini membawa implikasi dalam bersikap bahwa realitas sosial yang sangat majemuk tak akan menjadi kendala dalam membangun pola hubungan sosial antarindividu yang penuh toleransi. Bahkan, akan tumbuh sikap yang dapat menerima kenyataan untuk hidup berdampingan secara damai (peace co existence) satu sama lain dengan perbedaan-perbedaan yang melekat pada tiap entitas sosial dan politiknya. Perlu ditegaskan bahwa multikulturalisme merupakan suatu konsep yang ingin membawa masyarakat dalam kerukunan dan perdamaian, tanpa ada konflik dan kekerasan, meski di dalamnya ada kompleksitas perbedaan.  Oleh karena itu, untuk menerapkan multikulturalisme agaknya menuntut kesadaran dari masing-masing budaya lokal untuk saling mengakui dan menghormati keanekaragaman identitas budaya yang dibalut semangat kerukunan dan perdamaian. Bisa diibaratkan, keanekaragaman budaya ini bagai bintang-bintang di langit yang bertebaran bak mutiara menghiasi jagat raya. Konsekuensinya, peranan Negara pada konteks ini hanya memfalitasi peran terciptanya toleransi antaretnis sosial budaya, dan bukan memainkan peran intervensi-represif yang dapat menimbulkan resistensi dan radikalisasi kultural sebagaimana terjadi pada rezim Orde  Baru. Diharapkan dengan kesadaran dan kepekaan terhadap kenyataan kemajemukan, pluralisme bangsa baik dalam etnis, agama, budaya maupun orientasi politik akan bisa mereduksi berbagai potensi yang dapat memicu konflik sosial di belakang hari.  

Artikel Terkait

Previous
Next Post »