Silogisme Kategoris

Jika "penyimpulan langsung" didefinisikan adalah “suatu proses penarikan langsung kesimpulan dari satu proposisi (premis) saja atas dasar pembandingan term subyek dan term predikat-nya”, maka "SILOGISME KATEGORIS adalah adalah “suatu proses penarikan tidak langsung kesimpulan dari dua proposisi (premis mayor dan premis minor) atas dasar term pembanding (term tengah)” [Bakry, 2012: 6.4]. Sebab itu, Penyimpulan tidak langsung disebut “Silogisme”. Atau, disebut dengan “Silogisme kategoris”, karena silogisme di dalam proposisi-proposisi kategoris. Misal, Premis mayor: "UT adalah perguruan tinggi di Indonesia". Premis minor: "Logika adalah mata kuliah yang diajarkan di UT". Kesimpulan: "Logika adalah mata kuliah yang diajarkan di perguruan tinggi di Indonesia". Premis mayor (term pangkal banding) adalah “proposisi yang mengandung term predikat pada kesimpulannya”. Premis minor (term yang dibandingkan) adalah “proposisi yang mengandung term subyek pada kesimpulannya”. Ada 2 macam silogisme kategoris: Silogisme beraturan dan Silogisme tidak berarturan. Silogisme kategoris harus mematuhi Hukum dasar penyimpulan sebagai Penyimpulan yang sah (tepat), bukan benar atau salah. 

Prinsip-prinsip Penyimpulan
Prinsip-prinsip penyimpulan merupakan hukum dasar penyimpulan, yang terbagi 2 macam, yang memiliki 7 hukum dasar penyimpulan, yaitu:
1. Prinsip konotasi term dalam silogisme. Atas dasar prinsip konotasi term atau prinsip persamaan dan prinsip perbedaan, ada 3 hukum dasar penyimpulan:
a) Dua hal yang sama, jika yang satu diketahui sama dengan hal ketiga, maka yang lain pun pasti sama.
b) Dua hal yang sama, jika sebagian yang satu termasuk dalam hal ketiga, maka sebagian yang lain pun termasuk di dalamnya.
c) Antara dua hal, jika yang satu sama dan yang lain berbeda dengan hal ketiga, maka dua hal itu berbeda.
2. Prinsip denotasi term dalam silogisme. Atas dasar prinsip denotasi term atau prinsip distribusi dan prinsip distribusi negatif, ada 4 hukum dasar penyimpulan:
a)   Jika sesuatu hal diakui sebagai sifat yang sama dengan keseluruhan, maka diakui pula sebagai sifat oleh bagian-bagian dalam keseluruhan.
b)   Jika sesuatu hal diakui sebagai sifat yang sama dengan bagian dari suatu keseluruhan, maka diakui pula sebagi bagian dari keseluruhannya itu.
c)   Jika sesuatu hal diakui sebagai sifat yang meliputi keseluruhan, maka meliputi pula bagian-bagian dalam keseluruhan itu.
d)  Jika sesuatu hal tidak diakui oleh keseluruhan, maka tidak diakui pula oleh bagian-bagian dalam keseluruhan itu.
Selain, tepat, Penyimpulan juga harus pasti, dengan metode praktis penyimpulan, yaitu “jika dilukiskan dalam diagram himpunan, yang hanya satu bentuk”. Sebaliknya, “jika dilukiskan dalam diagram himpunan lebih dari satu bentuk, maka tidak pasti.

Silogisme Beraturan
Silogisme beraturan adalah bentuk penyimpulan yang terdiri dari tiga proposisi (kesimpulan, premis mayor dan premis minor), serta term tengah. Ada 4 bentuk silogisme beraturan:
1. Silogisme Sub-Pre, yaitu: Bentuk silogisme, term tengah sebagai term subyek dalam premis mayor, dan sebagai term predikat dalam premis minor. Dalam 7 hukum dasar penyimpulan, ada 13 macam silogisme Sub-Pre yang berkesimpulan pasti.
2. Silogisme Bis-Pre, yaitu: Bentuk silogisme, term tengah sebagai term predikat dalam premis mayor dan minor. Dalam 7 hukum dasar penyimpulan, ada 13 macam silogisme Bis-Pre yang berkesimpulan pasti.
3. Silogisme Bis-Sub, yaitu: Bentuk silogisme, term tengah sebagi term subyek dalam premis mayor dan minor. Dalam 7 hukum dasar penyimpulan, ada 13 macam silogisme Bis-Sub yang berkesimpulan pasti.
4.  Silogisme Pre-Sub, yaitu: Bentuk silogisme, term tengah sebagai term predikat dalam premis mayor, dan sebagai term subyek dalam premis minor. Dalam 7 hukum dasar penyimpulan, ada 13 macam silogisme Pre-Sub yang berkesimpulan pasti.

Silogisme Tidak Beraturan
Silogisme tidak beraturan adalah bentuk penyimpulan, dengan empat macam:
1. Entimema, yaitu: Bentuk silogisme, ada satu proposisi yang dihilangkan, karena dianggap sudah diketahui. Ada 4 macam bentuk kemungkinan:
a. Entimema dari silogisme, premis mayor dihilangkan.
b. Entimema dari silogisme, premis minor dihilangkan.
c. Entimema dari silogisme, kesimpulan dihilangkan, karena langsung sudah diketahui.
d. Entimema dari silogisme, premis mayor dan minor dihilangkan, karena dianggap sudah diketahui.
Faedah praktis entimema, yaitu dengan mengembalikan entimema ke dalam bentuk asal, merupakan sebagai bukti kebenaran dan ketepatan susunan proposisinya.
2. Epikirema, yaitu: Bentuk silogisme. Bentuk silogisme, salah satu atau kedua premis (mayor dan minor) disertai dengan alasan. Terjadi di dalam buku-buku atau percakapan sehari-hari.
3. Sorites, yaitu: Bentuk silogisme, premis berhubungan lebih dari dua proposisi, sehingga kesimpulan berbentuk hubungan antara premis mayor dan premis minor, tanpa term tengah. Penyimpulan yang pasti dalam Sorites harus memenuhi beberapa syarat:
a)  Jika dalam hubungan itu universal ke partikular, maka hubungan selanjunya tidak boleh dibalik, meski sebagai term subyek atau term predikat.
b)  Jika dalam hubungan itu partikular ke universal, maka hubungan selanjutnya tidak boleh dibalik, meski sebagai term subyek atau term predikat.
c)  Jika dalam hubungan itu ada negasi, maka yang menegasi atau dinegasi harus universal, atas dasar prinsip penyimpulan yang ketujuh.
d)  Jika dalam hubungan itu tiap proposisi premis (mayor dan minor) berbentuk ekuivalen, maka proposisi kesimpulan selanjutnya pun berbentuk ekuivalen, atas dasar prinsip penyimpulan yang pertama.
Atas dasar kuantitas itu, Sorites dibagi 2 macam: Sorites progresif (dari partikular ke universal, kesimpulannya hubungan antara term subyek dari premis mayor dengan term predikat dari premis minor); dan Sorites regresif (dari universal ke partikular, kesimpulannya hubungan antara term subyek dari premis minor dengan term predikat dari premis mayor).
Faedah praktis Sorites, yaitu dengan menggabungkan bentuk-bentuk silogisme, Sorites banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, untuk mempengaruhi orang lain, dan untuk memberikan Maklumat (perintah atau larangan).  
4. Polisilogisme, yaitu: Bentuk silogisme, hubungan pada kesimpulan sebelumnya menjadi premis pada silogisme berikutnya. Ada 2 polisilogisme: Prosilogisme (silogisme yang bukan bagian akhir); dan Episilogisme (silogisme yang bagian akhir).
Tiap silogisme hingga silogisme akhir bisa memiliki penyimpulan yang tepat dan pasti, jika mengikuti hukum dasar penyimpulan dan berbentuk hanya satu diagram himpunannya.

Dengan demikian, Silogisme merupakan salah satu bentuk penyimpulan yang sah (tepat), jika mengikuti Prinsip-prinsip penyimpulan sebagai hukum dasar penyimpulan. Selain itu, penyimpulannya menjadi pasti, jika diagram himpunan berbentuk hanya satu saja.

Sumber: Noor Muhsin Bakri dan Sonjoruri Budiani Trisakti. Logika. Ed. V. Jakarta: Universitas Terbuka, 2012, hal. 6.1-6.56.

Artikel Terkait

Previous
Next Post »