Pengejawantahan partisipasi politik tidak saja dalam kegiatan pemilihan umum tetapi merupakan serangkaian proses politik yang terkait dengan konsep dan isu2 demokrasi, partai politik, gerakan2 sosial-politik, penguatan civil society, hak asasi manusia dan semua rangkaian kegiatan politik yang menekankan pada aktivitas masyarakat warganegara dalam kehidupan sosial-politik.
Menurut Roth dan Wilson (baca modul 5) partisipasi politik menurut jenis-jenis dibedakan dari intensitas dan frekuensinya, dan lebih lanjut dijelaskan bahwa sebagian besar masyarakat dikategorikan sebagai ‘pengamat’ yaitu mengikuti kegiatan politik yang tidak menyita waktu seperti memberi suara dalam pemilu, mendiskusi isu politik, menonton debat politik via media massa, menghadiri kampanye politik. Bagaimana dengan mereka yang dikategorikan sebagai golongan putih atau ‘golput’? Masuk dalam piramida partisipasi yang mana?
Pada Pilkada Jabar 2013, diberitakan bahwa jumlah golput cukup tinggi yaitu 32.23% hampir sama dengan perolehan suara salah satu kandidat , dan yang cukup mengejutkan adalah usia yang memilih golput adalah pemilu muda yang apatis dengan keadaan politik di Indonesia. Dalam modul 5, hal 5.6 dijelaskan sebab partisipasi politik masyarakat rendah yaitu masyarakat beranggapan bahwa
•partisipasi politik tidak memberi pengaruh pada kehidupan sosial-politik secara keseluruhan;
•pemimpin atau penguasa tidak memberi perhatian pada kepentingan dan aspirasi masyarakat
•pemimpin atau penguasa lebih mementingkan golongannya; atau
•masyarakat beranggapan bahwa sistem politik yang ada sudah berjalan sesuai aspirasi mereka.
Namun, hasil suvey meningkatnya golput pada pilkada Jabar disebabkan karena kasus negatif para politikus atau elite partai, konflik internal partai politik, janji-janji kampanye yang meragukan, para calon tidak meyakinkan untuk mengadakan perubahan di Jawa Barat, dan para kandidat dinilai tidak cakap dan visioner.
EmoticonEmoticon