INFERENSI SOSIAL
A.PERBEDAAN PERSEPSI BENDA DENGAN PERSEPSI SOSIAL
Ada empat perbedaan antara persepsi objek dengan persepsi interpersonal.
Pertama, pada persepsi objek, stimuli ditangkap oleh alat indera kita melalui benda-benda fisik: gelombang, cahaya, gelombang suara, temperatur dan sebagainya; pada persepsi interpersonal, stimuli mungkin sampai kepada kita melalui lambang-lambang verbal atau grafis yang disampaikan pihak ketiga. Adanya pihak ketiga yang menjadi mediasi stimuli, mengurangi kecermatan persepsi kita.
Kedua, bila kita menanggapi objek, kita hanya menanggapi sifat-sifat luar objek itu; kita tidak meneliti sifat-sifat batiniah objek itu. Ketika kita melihat papan tulis, kita tidak pernah mempersoalkan bagaimana perasaannya ketika kita amati. Pada persepsi interpersonal, kita mencoba memahami apa yang tidak tampak pada alat indera kita. Kita tidak hanya melihat perilakunya, kita juga melihat mengapa ia berperilaku seperti itu. Kita mencoba memahami bukan saja tindakan tetapi juga motif tindakan itu. Dengan demikian stimuli kita menjadi sangat kompleks. Kita tidak akan mampu “menangkap” seluruh sifat orang lain dan berbagai dimensi perilakunya. Kita cenderung memilih stimuli tertentu saja.
Ketiga, ketika kita mempersepsi objek, objek tidak bereaksi kepada kita; kita pun tidak memberikan reaksi emosional padanya. Perasaan anda dingin saja ketika anda memandang papan tulis; tetapi sedingin itu jugakah ketika anda memandang Sarah Azhari? Apakah Sarah Azhari juga akan diam saja ketika Anda memandangnya tidak berkedip? Dalam persepsi interpersonal faktor-faktor personal anda, dan karakteristik orang yang ditanggapi serta hubungan anda dengan orang tersebut menyebabkan persepsi interpersonal sangat cenderung untuk keliru. Lagipula kita sukar menemukan kriteria yang dapat menentukan persepsi siapa yang keliru: persepsi anda atau persepsi saya.
Keempat objek relatif tetap, manusia berubah-ubah. Papan tulis yang anda lihat minggu yang lalu tidak berbeda dengan papan tulis yang kita lihat hari ini. Mungkin tulisan pada papan tulis itu sudah berubah, mungkin sobekan kayu di sudut sudah hilang tetapi secara keseluruhan papan tulis itu tidak berubah. Manusia selalu berubah. Anda hari ini bukan anda yang kemarin, bukan anda esok hari. Kemarin anda ceria karena baru menerima kredit mahasiswa Indonesia. Hari ini sedih karena sepeda motor anda ditabrak becak. Esok anda gembira lagi karena ujian anda lulus. Anda di fakultas bukan anda di rumah bukan anda di masjid. Perubahan ini kalau tidak membingungkan kita, akan memberikan informasi yang salah tentang orang lain. Persepsi interpersonal menjadi mudah salah.
Kedua, bila kita menanggapi objek, kita hanya menanggapi sifat-sifat luar objek itu; kita tidak meneliti sifat-sifat batiniah objek itu. Ketika kita melihat papan tulis, kita tidak pernah mempersoalkan bagaimana perasaannya ketika kita amati. Pada persepsi interpersonal, kita mencoba memahami apa yang tidak tampak pada alat indera kita. Kita tidak hanya melihat perilakunya, kita juga melihat mengapa ia berperilaku seperti itu. Kita mencoba memahami bukan saja tindakan tetapi juga motif tindakan itu. Dengan demikian stimuli kita menjadi sangat kompleks. Kita tidak akan mampu “menangkap” seluruh sifat orang lain dan berbagai dimensi perilakunya. Kita cenderung memilih stimuli tertentu saja.
Ketiga, ketika kita mempersepsi objek, objek tidak bereaksi kepada kita; kita pun tidak memberikan reaksi emosional padanya. Perasaan anda dingin saja ketika anda memandang papan tulis; tetapi sedingin itu jugakah ketika anda memandang Sarah Azhari? Apakah Sarah Azhari juga akan diam saja ketika Anda memandangnya tidak berkedip? Dalam persepsi interpersonal faktor-faktor personal anda, dan karakteristik orang yang ditanggapi serta hubungan anda dengan orang tersebut menyebabkan persepsi interpersonal sangat cenderung untuk keliru. Lagipula kita sukar menemukan kriteria yang dapat menentukan persepsi siapa yang keliru: persepsi anda atau persepsi saya.
Keempat objek relatif tetap, manusia berubah-ubah. Papan tulis yang anda lihat minggu yang lalu tidak berbeda dengan papan tulis yang kita lihat hari ini. Mungkin tulisan pada papan tulis itu sudah berubah, mungkin sobekan kayu di sudut sudah hilang tetapi secara keseluruhan papan tulis itu tidak berubah. Manusia selalu berubah. Anda hari ini bukan anda yang kemarin, bukan anda esok hari. Kemarin anda ceria karena baru menerima kredit mahasiswa Indonesia. Hari ini sedih karena sepeda motor anda ditabrak becak. Esok anda gembira lagi karena ujian anda lulus. Anda di fakultas bukan anda di rumah bukan anda di masjid. Perubahan ini kalau tidak membingungkan kita, akan memberikan informasi yang salah tentang orang lain. Persepsi interpersonal menjadi mudah salah.
B.INFERENSI SOSIAL
Mempersepsi orang lebih sulit dan lebih mungkin untuk tidak cermat dari pada mempersepsi benda.Inferensi sosial berarti mengerti apa yg kita pelajari ttg orang atau orang-orang lain, menurut weber.
Prosesnya dimulai dari mengumpulkan data sosial berupa : informasi sosial, penampilan fisik, isyarat-isyarat
nonverbal, dan tindakan-tindakan orang lain.Semua itu membentuk data sosial yg terintegrasi dan terkumpul
untuk membentuk kesan mengenai orang lain. Inferensi sosial datang dari empat sumber, yakni : Informnasi
sosial ttg orang lain,Penampilan, petunjuk nonverbal, implikasi tindakan orang lain.
Informnasi sosial ttg orang lain memiliki beberapa bentuk, seperti : sifat,nama,stereotype. Penampilan.
ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penampilan, yakni : daya tarik fisik, dan stigma. petunjuk
nonverbal seperti ekspresi wajah, kontak mata,gesture, suara.
C.PEMBENTUKAN KESAN
1.Pembentukan Konsep Sosial. diperoleh melalui pengalaman belajar, bahasa.
2.Pengorganisasian Kesan. terdapat beberapa strategi yang digunakan untuk mengorganisasikan kesan,
yaitu: centrality, primacy versus recency, salience.
3.Pengolahan Informasi Sosial. terdapat dua proses spesifik yang dilakukan orang saat bergerak dari kesan
yang diperolehnya menuju ketindakan yang dilakukannya, yaitu impression management dan social judgmen.
ATRIBUSI
Menurut Baron dan Byrne , atribusi adala proses menyimpulkan motif, maksud dan karakteristik orang lain
dengan melihat pada perilakunya yang tampak atau terlihat. Menurut Myers (1996), atribusi disebabkan oleh
kecenderungan manusia untuk menjelaskan segala sesuatu (ada sifat ilmuwan pada manusia), termasuk apa
yang ada di balik perilaku orang lain. Menurut Kulik (1983) seseorang memiliki atribusi tentang orang lain
sesuai dengan skema yang ada dalam pikiranya.
Ada 4 sub pokok bahasan penting berkaitan dengan bahasan atribusi :
~Naive Psychology mengatakan bahwa dasar untuk mencari penjelasan mengenai perilaku orang adalah
akal sehat.
~Teori-teori atribusi. (1). correspondent inference theory atau teori penyimpulan terkait dari
Edward E. Jones dan Keith Davis, mengatakan perilaku orang merupakan sumber informasi yang kaya.
dengan demikian, jika kita mengamati perilaku orang lain dengan cermat, kita dapat mengambil kesimpulan.
Bagaimana mengetahui bahwa perilaku berhubungan dengan karakteristiknya?
1. Dengan melihat kewajaran perilaku. Orang yang bertindak wajar sesuai dengan keinganan masyarakat, sulit untuk dikatakan bahwa tindakannya itu cerminan dari karakternya.
2. Pengamatan terhadapan perilaku yang terjadi pada situasi yang memunculkan beberapa pilihan.
3. Memberikan peran berbeda dengan peran yang sudah biasa dilakukan. Misalnya, seorang juru tulis diminta menjadi juru bayar. Dengan peran yang baru akan tampak keaslian perilaku yang merupakan gambaran dari karakternya.
1. Dengan melihat kewajaran perilaku. Orang yang bertindak wajar sesuai dengan keinganan masyarakat, sulit untuk dikatakan bahwa tindakannya itu cerminan dari karakternya.
2. Pengamatan terhadapan perilaku yang terjadi pada situasi yang memunculkan beberapa pilihan.
3. Memberikan peran berbeda dengan peran yang sudah biasa dilakukan. Misalnya, seorang juru tulis diminta menjadi juru bayar. Dengan peran yang baru akan tampak keaslian perilaku yang merupakan gambaran dari karakternya.
(2.) Casual analysis Theory atau teori analisis kausal. dikemabangkan oleh Harold H. Kelley. dasarnya
tetap akal sehat dan berfokus pada atribusi internal dan eksternal.
Atribusi Internal, dikatakan perilaku seseorang merupakan gambaran dari karakternya
biladistinctivenessnya rendah, konsensusnya rendah, dan konsistensinya tinggi. Contoh : Disebuah kampus
ternama di Indonesia. Terdapat mahasiswa yang bernama Erick, mahasiswa ini sering berdebat dengan
dosen mata kuliah agamanya, tidak seperti mahasiswa lain sekelasnya Erick yang tidak suka berdebat,
(Konsensus : Rendah). Erick berdebat, bukan hanya pada mata kuliah agama dosen ini mengajar, tetapi
hari-hari lain seperti waktu kosong (Konsistensi : Tinggi). Bukan hanya dosen agamanya yang erick debati.
Namun dosen mata kuliah lainnya pun, erick sering berdebat (Distinctiveness : Rendah). Maka kita dapat
menyimpulkan ; Pada kondisi diatas, kita dapat melihat atribusi Internal bahwa Erick memang suka berdebat
dengan dosen-dosennya.
Atribusi Eksternal, dikatakan demikian apabila ditandai dengan distinctiveness yang tinggi, consensus
tinggi,dan konsistensinya juga tinggi. Contoh : Disebuah kampus ternama di Indonesia. Terdapat mahasiswa
yang bernama Erick, mahasiswa ini sering berdebat dengan dosen mata kuliah agamanya, begitu pula
mahasiswa lain sekelasnya Erick, (Konsensus : Tinggi). Erick berdebat, bukan hanya pada mata kuliah
agama dosen ini mengajar, tetapi hari-hari lain seperti waktu kosong (Konsistensi : Tinggi). Erick hanya
sering berdebat dengan dosen agamanya, tidak dengan dosen-dosen mata kuliah lainnya (Distinctiveness :
Tinggi). Maka kita dapat menyimpulkan ; Pada kondisi diatas, kita dapat melihat atribusi Eksternal bahwa
Erick berdebat karena dosen agamanya yang berulah, bukan karena watak erck yang pendebat.
~Bias-bias dalam atribusi. ada dua jenis bias dalam atribusi yaitu (1) Bias kognitif dan (2) bias motivasi.
menurut Baron & Byrne (1994) kesalahan atribusi sebagai berikut :
1. Bias kesalahan atribusi dasar (fundamental attribution error).
ini adalah kecenderungan untuk melebih-lebihkan pengaruh disposisi pada perilaku orang lain. Anda
cenderung untuk menganggap bahwa perilaku orang lain disebabkan oleh sikap, kepribadian, perasaan,
emosi, kemampuan, kesehatan, keinginan, niat, kesukaan, dan usaha. Anda kurang memperhatikan situasi
dimana perilaku itu timbul.
Bagaimana bias ini terjadi? Ini disebabkan setidaknya 3 hal. Pertama, pada saat Anda melihat sebuah
perilaku, otomatis Anda akan berfokus pada orangnya dan disposisinya daripada situasi yang relatif stabil
atau tetap. Misalnya pada saat Anda melihat seseorang senyum-senyum, maka Anda akan cenderung
melihatnya sedang senang hati. Lalu orang mau pergi ke pasar rakyat (pasar rakyat sama dimana-mana),
karena dia dianggap memang suka pergi ke sana. Kedua, Anda tidak memiliki cukup informasi mengenai
situasinya. Misalnya Anda melihat teman Anda menangis. Anda tidak tahu situasinya seperti apa. Nah oleh
sebab itu Anda akan melihat teman Anda menangis disebabkan karena dirinya mudah menangis. Ketiga,
proses atribusi terdiri dari dua tahap. Mula-mula dengan cepat melihat faktor disposisi, lalu mengoreksi
setelah melihat adanya faktor situasi. Nah, orang cenderung tidak mau berpayah-payah melihat faktor
situasinya.
2. Efek pelaku-pengamat
Ini adalah bias dimana orang yang berperilaku (pelaku) memiliki kecenderungan untuk menekankan
pengaruh situasional sebagai sebab perilakunya, dan yang melihat perilaku itu (pengamat) cenderung
menekankan pengaruh disposisional. Misalnya Anda memakai pakaian yang mencolok. Maka Anda akan
mengatakan bahwa Anda hanya menyesuaikan diri dengan tren. Adapun orang lain melihat Anda memang
norak.
3. Bias menghibur diri (self-serving bias) & menghakimi diri (self defeating)
bias menghibur diri (self serving bias) adalah kecenderungan seseorang untuk menganggap hal-hal positif
diakibatkan karena dirinya sendiri (disposisinya) dan hal-hal negatif disebabkan oleh orang lain (situasinya).
Misalnya Anda berhasil menyelesaikan ujian dengan gemilang, maka Anda akan menganggap bahwa
keberhasilan itu karena Anda memang cerdas dan berkemampuan tinggi. Sebaliknya jika Anda gagal lulus
ujian, maka Anda menganggap karena soalnya terlalu sulit dan tidak pernah diajarkan. Pendek kata, orang
lain dituduh bertanggung Jawab atas kegagalan Anda.
Bias ini mengurangi rasa tanggung Jawab Anda atas suatu peristiwa negatif yang terjadi. Oleh sebab itu
Anda tidak akan terlalu menyalahkan diri. Sebaliknya jika ada peristiwa positif, Anda merasa cukup mampu
melakukan sesuatu sehingga menambah rasa percaya diri Anda.
Menghakimi diri (self defeating) adalah kebalikan dari bias menghibur diri (self serving bias). Seseorang
justru cenderung menganggap sebab dari perilaku positif berasal dari situasi dan sebab perilaku negatif dari
disposisi. Jika lulus ujian, maka dianggap soalnya terlalu mudah, nilai ditambahi oleh penilai, sedang
beruntung. Jika gagal ujian dianggap karena bodoh. Biasanya orang depresi mental melakukan penghakiman
diri atau self defeating ini.
4. . Menyalahkan diri (self-blame)
Menyalahkan diri (self blame) adalah kecenderungan seseorang untuk secara berlebihan menyalahkan diri
sendiri, terutama bila mengalami kegagalan. Mungkin Anda sering menemui orang seperti ini. Apapun
kejadiannya, selalu diri sendiri disalahkan. Ada teman sedih, menyalahkan diri sendiri tidak mampu
menyenangkan hati sang teman. Suami gagal dalam usahanya, menyalahkan diri sendiri tidak cukup banyak
membantunya.
5. Efek relevansi dengan keuntungan pribadi (hedonic relevance)
ini adalah kecenderungan seseorang untuk menilai lebih positif perilaku orang lain yang menguntungkan
dirinya pribadi, dan menilai lebih negatif perilaku yang merugikan dirinya. Misalnya teman Anda mencuri
buah di kebun tetangga. Jika Anda mendapat bagian buah curian (positif bagi Anda), maka Anda cenderung
menganggapnya melakukan pencurian hanya untuk senang-senang saja. Sebaliknya jika Anda tidak
mendapat bagian (negatif bagi Anda), maka Anda menganggap teman Anda berjiwa maling.
6. Bias egosentrisme
Ini adalah kecenderungan seseorang untuk menilai orang dengan menggunakan diri sendiri sebagai
referensi, alias beranggapan orang lain juga melakukan hal yang sama. Misalnya Anda membaca buku
karena mengisi waktu luang. Maka Anda menganggap orang lain membaca buku juga untuk mengisi waktu
luang. Padahal boleh jadi tugasnya menuntut untuk membaca buku.
EmoticonEmoticon