Modul 7 - Pola Kepercayaan dan Keyakinan Dampak Terhadap Komunikasi Politik : Pola Ideologi, Partisipasi Politik dan Pengelolaan Konflik
7.1 Pola Kepercayaan dan Keyakinan : Pola Ideologi
Pemikiran-pemikiran akan muncul kepermukaan terwujud dalam konsep ideology. Karena itu ideology sendiri bobotnya bergantung pada latar belakang dari segi apa ideology itu muncul. Mungkin saja ideologi bertitik sentral dari konsep agama, tradisi atau budaya masyarakat. Sebaliknya ideologi dapat muncul sebgai protes total karena ketidakmampuan terhadap tata nilai atau sistem yang berlangsung, bahkan menurut Krech ideologi adalah a set of belief.
Kegiatan politik sebagai suatu kegiatan yang berhubungan dengan kehidupan negara. Terjadinya kegiatan politik dengan sendirinya merupakan pelaksanaan dari hasil pemikiran politik. Atau merupakan pelaksanaan karena adanya hasil pemikiran orang-orang yang berpikir secara politik.
Yang dimaksud berpikir secara politik adalah berpikir menurut kekuatan atau kekuasaan yang mempengaruhi kehidupan negara dan berbagai bentuk upaya mengendalikan kekuatan-kekuatan atau kekuasaan itu.
Pola keyakinan dan kepercayaan yang dilahirkan dari agama akan membentuk sikap perilaku sesuai tuntutan agama. Simbol-simbol komunikasi yang ditranformasikan telah diberi makna tertentu yaitu “segalanya untuk beribadah”. Sikap perilaku yang berlandas agama memberi dampak positif bagi para pengambil keputusan (policy maker), karena orientasi keputusan mengacu kepada kepentingan bersama atau komunikasi bersifat komplementer.
Sistem etnik atau budaya atau politik dapat diselidiki sebagai jaringan saluran komunikasi dan mungkin pula kita dapat menentukan kemampuan sistem tersebut dengan mengukur sampai seberapa jauh komponen-komponen individunya terintegrasi dengannya dan dengan mengukur sampai seberapa jauh mereka itu mampu menerima dan mengirimkan sejumlah besar informasi mengenai topik-topik yang berbeda dengan tingkat kelambanan atau kehilangan hal-hal kecil yang relevan yang relatif kecil.
Salah satu dalil penting teori ini adalah, tujuan tidak akan dicapai secara memuaskan kecuali kalau umpan balik negatif berfungsi secara memadai, yang akhirnya akan berarti bahwa sistem tersebut terus menerus menerima informasi yang benar mengenai : (a) posisi tujuan, (b) jauhnya jarak yang harus dicakup dalam usaha mencapai tujuan itu, dan (c) kecepatan yang dibutuhkan sistem tersebut untuk menempuh jarak itu tadi. Supaya menjadi suatu sistem yang aktif, sistem tersebut harus mampu menanggapi informasi yang diterima dengan jalan mengadakan perubahan seperlunya dan yang cukup memadai dalam sikap perilakunya sendiri.
7.2 Partisipasi Politik
Berbagai bentuk partisipasi dapat dilakukan oleh warga negara. Partisipasi yang baik adalah partisipasi yang tumbuh dari pribadi tanpa ada paksaan dari luar (pure participation).
Partisipasi harus diberi makna turut campurnya rakyat didalam menentukan arah negara dan kebijakan pemerintahan melalui lembaga perwakilan.
Partisipasi dapat dilihat dari dua dimensi yaitu pemerintah sebagai pengakuan dan penghargaan terhadap warga negara untuk berperan serta dan dari dimensi warga negara yaitu suatu kepuasan bahwa ia dapat mengaktualisasikan dirinya dalam kehidupan negara.
Partisipasi memberi dampak positif terhadap tatanan kehidupan bernegara, karena dengan adanya partisipasi warga negara menandakan bahwa warga negara mendukung terhadap segala kebijakan pemerintah. Karena itu partisipasi merupakan tingkat kesadaran optimal warga negara di dalam melihat kemajuan negaranya pada saat sekarang dan masa yang akan datang.
7.3 Konflik dan Faktor Penyebabnya
Timbulnya konflik pada dasarnya bersumber dari simbol-simbol kepentingan masyarakat yang tidak diinterpretasikan ke dalam struktur simbol-simbol kekuasaan. Pada setiap negara pada dasarnya terdapat unsur konflik yang disebut latent conflict.
Konflik disebabkan oleh factor perbedaan perorangan, perbedaan kebudayaan atau pola keyakinan dan perbedaan di dalam cara mencapai tujuan.
Konflik dapat diredam apabila semua kepentingan masyarakat terakomodasi dalam kebijakan-kebijakan pemerintah.
Konflik yang terjadi dapat berakibat hancurnya nilai-nilai lama atau timbulnya perbaikan-perbaikan terhadap nilai lama. Konflik dapat berakibat pergantian system nilai apabila konflik sudah mengarah kepada revolusi.
Modul 8 - Jalinan Komunikasi Antarsistem (Komunikasi Internasional) : Komunikasi Antarbudaya, Komunikasi Lintas Budaya dan Batas-batas Terapan Komunikasi Luar Negara
8.1 Jalinan Komunikasi Antarsistem : Komunikasi Antarbudaya (Intercultural Communication)
Dalam komunikasi antar budaya (intercultural communication) kecenderungannya adalah kegiatan secara formal antar Negara, sehingga komunikasi melibatkan asosiasi-asosiasi infrastruktur di damping kegiatan suprastruktur. Oleh sebab itu, dalam mengadaptasi suatu inovasi akan didahului oleh tingkat keputusan baik secara individual maupun keputusan kelompok, sebagai tindak lanjut dari adanya consensus pendapat dan evaluasi pendapat terhadap inovasi tersebut.
Dalam collective decisions menurut Rogers melibatkan sejumlah besar partisipan dalam suatu system social. Artinya dalam collective decisions melibatkan seluruh komponen asosiasi atau institusi yang ada dalam masyarakat. Karena itu collective decisions sebagai produk dari tipe sosiologis (sociological type).
Dalam proses adaptasi akan dimulai dengan adanya produk pendapat umum yang bersifat variasi sesuai dengan kondisi dan latar belakang yang ada pada public (khlayak/umum). Dalam situasi semacam ini pendapat umum akan merupakan sigmen-sigmen atas dasar persepsi yang berbeda tersebut.
Untuk terciptanya suatu pendapat umum yang sempurna artinya pendapat umum beragam atau kontroversi terwujud dalam suatu pendapat umum nasional sebagai pendukung terhadap suatu adaptasi tentang inovasi, dalam hal ini diperlukan adanya mediary in the making of public opinion yaitu perantara yang mampu menciptakan pendapat umum yang acceptance yang disebut peran laku stimulator.
Apabila stimulant dapat menyentuh tingkat awareness penduduk Negara, hal ini mengandung arti bahwa intercultural communication berlangsung secara efektif, sehingga akan tumbuh para inisiator dalam intranegara.
Dalam konteks dengan intercultural communication antara stimulator dan inisiator mempunyai jalinan secara reciprocal atau mempunyai hubungan kiat balik. Karena pada situasi tertentu para inisiator ini dapat menjadi stimulator apabila tingkat kemajuan telah melebihi negara stimulator awal.
Para inisiator ini berfungsi menempatkan ide baru dalam sistem sosial intranegara, sehingga pada tingkat ini setiap ide baru yang telah diadaptasi telah mendapat pengakuan dari seluruh anggota sistem sosial (legitimation) termasuk didalamnya dukungan pendapat umum.
Legitimasi merupakan tangga yang menentukan baik ditingkat collective decisions, individual decisions maupun collective decisions. Keputusan sebagai tingkat penentuan penolakan atau penerimaan yang mengacu pada pelaksanaan terapan ide baru.
Legitimasi sosial, yaitu suatu pengakuan masyarakat bahwa inovasi mendapat tempat di masyarakat. Hal ini tentu melalui suatu proses yang disebut A-A procedures yaitu dari mulai atensi sampai dengan aksi.
Pemasaran ide yang dikemas media massa menumbuhkan persaingan ketat telah memasuki rumah-rumah penduduk yang menuntut tingkat kesadaran masyarakat untuk memilih ide-ide positif.
Komunikasi nonformal biasa dilakukan oleh para spoken person dan para lobbyist atau para juru bicara dan para lobbyist.
Negosiasi lebih berat dari lobbyist, karena negosiasi upaya meyakinkan orang lain dengan cara mengaitkan dengan kepentingan orang lain.
8.2 Jalinan Komunikasi Antarsistem : Komunikasi Lintas Budaya (Cross Cultural Communication)
Kecepatan interaksi ini akan lebih meningkat karena adanya dukungan dari teknologi canggih. Arus informasi dan komunikasi akan terus melanda ke setiap pelosok negara sehingga setiap nilai yang sedang berlangsung pada setiap negara berada dalam ambang terpaan temuan teknologi tersebut. Kecemburuan komunikasi dari negara-negara yang kurang memiliki fasilitas berkristal dalam aliansi-aliansi regional atau internasional dalam upaya memenuhi kebutuhan informasi bagi masing-masing anggota aliansi. Disamping mereka berupaya saling memasarkan produksi informasi negara-negara anggota.
Cross cultural communication biasanya mempunyai komunikan suatu kelompok besar (large group), sedangkan bentuk komunikasi yang resmi diselenggarakan oleh pejabat-pejabat tinggi suatu negara dengan menggunakan media massa untuk mencapai khalayak yang seluas mungkin. Karakteristik komunikasi ini bersifat satu arah yaitu komunikasi antar budaya yang terdapat dalam batas-batas negara dan menitik beratkan pada kontak budaya (cultural contact).
Proses komunikasi antar dan lintas budaya hasilnya lebih banyak ditentukan oleh para pemuka pendapat atau pemuka masyarakat, sehingga keaslian isi komunikasi bergantung pada pemuka-pemuka tersebut.
Dalam hubungan dengan pembangunan suatu negara karena adanya terpaan informasi kebudayaan luar, Jujun S. Suriasumantri mengemukakan beberapa saran bahwa dalam proses pengembangan kebudayaan harus dihindari dari cara-cara otoriter dan indoktrinatif. Dalam hal ini Jujun S. Suriasumantri lebih menekankan pada proses pembudayaan secara alamiah tanpa ada tekanan dari pihak manapun. Pemerintah harus memberi dorongan dan memberi rambu-rambu tentang nilai-nilai yang harus dikembangkan dalam tahapan tertentu.
Pada prinsipnya nilai dasar tersebut sebagai filter terhadap terpaan budaya asing yang dapat memberikan dampak negative terutama yang terkait dengan masalah ideologis, gaya hidup (life style) dan norma-norma moral yang tidak sesuai dengan pandangan hidup bangsa.
Global village sebenarnya isu yang mencemaskan, karena isu ini akan berdampak negative terhadap tatanan budaya setiap Negara, sehingga akan terjadi aktualisasi yang tidak memberi batas pemisah mana yang asli dan mana yang datang dari luar.
Untuk mengatisipasi nilai-nilai negative yang datang dari luar tidak hanya bergantung kepada kebijakan penguasa, namun sifat-sifat integrative yang berdasar personality sebagai suatu nation adalah daya tangkal yang paling ampuh.
8.3 Batas-batas Terpaan Komunikasi Negara Luar
Frekuensi arus informasi dan pesan komunikasi telah memasuki rumah-rumah penduduk tanpa melihat lapisan atau status social. Hal ini menunjukan bahwa komunikasi dan informasi telah menempati suatu tangga konsumtif yang sejajar dengan kebutuhan-kebutuhan lainnya.
Terobosan arus informasi ekstranegara sedikitnya akan berpengaruh terhadap tatanan nilai sistem intranegara. Bahkan arus komunikasi atau informasi yang berlebihan (information glut) akan dapat merusak nilai budaya yang ada apabila tidak terdapatnya daya tangkal pada negara yang bersangkutan. Dalam hal ini hanya negara yang memiliki fasilitas komunikasi canggihlah yang dapat mengambil keuntungan terhadap iklim semacam ini.
Bentuk kerja sama sebagaimana ditunjukan pada paradigma lama bahwa dunia ini terbagi dalam dua kutub (bipolarisasi) telah luntur dengan adanya paradigma baru yaitu tumbuhnya pengkutuban baru dalam aneka bentuk dan jenis (multipolarisasi).
Bipolarisasi lebih cenderung pada struktur otoritatif negara-negara adidaya yaitu polar Amerika Serikat dengan struktur liberalisme dan individualismenya dan polar bekas Uni Soviet dengan struktrur komunisme yang berlandas pada doktrin Karl Marx kemudian berkembang menjadi Leninisme, dan di RRC menjadi Maoisme sedangkan di Cuba dengan Catroisme.
Pada tingkat tertentu, proses komunikasi yang efektif harus berlandas pada kepentingan bersama atau sifat saling menguntungkan. Landasan ini sebagai yang dominan, sehingga faktor hambatan secara limitatif dapat dieliminasi, teristimewa apabila negara-negara yang berkomunikasi saling ketergantungan (interdependensi). Hal ini biasa terjadi pada bidang perindustrian yang berkaitan dengan bahan mentah yang merupakan sumber langka pada ekstranegara sedangkan pada intranegara sebagai sumber yang berlebihan. Pada dasarnya yang menjadi masalah pada intranegara, karena belum cukupnya tenaga ahli untuk melakukan eksploitasi sumber-sumber langka tersebut, sehingga perlu bantuan tenaga ekstranegara. Dalam hal ini terjadi dua kebutuhan yang berbeda tapi untuk kepentingan yang sama.
Setiap negara nasional selalu berorientasi kepada fungsi primer negara yaitu tujuan negara. Pada dasarnya seluruh negara nasional mempunyai dua dimensi ideal, yaitu ke dalam negara dan keluar negara. Kedua dimensi ideal ini pada umumnya tertuang di dalam norma negara baik dalam konstitusi tertulis maupun yang tidak tertulis.
Proses komunikasi internasional berlangsung menurut ketentuan-ketentuan normatif yang dinaungi oleh etika internasional, sehingga tidak terdapat suatu negara atau bangsapun yang merasa dirugikan. Komunikasi internasional diwujudkan oleh persamaan di dalam melakukan interpretasi simbol-simbol kepentingan antar bangsa atau antar negara. Dalam komunikasi internasional terjadi suatu proses saling meyakinkan atau proses saling menumbuhkan pengertian, walaupun sebenarnya dalam proses tersebut terjadi situasi saling mempengaruhi namun sifatnya argumentatif dan rasional dengan tidak mengesampingkan simbol-simbol normatif yang dimiliki oleh masing-masing negara.
Letak perbedaan antara hubungan internasional dengan komunikasi internasional yaitu pada sifat kecenderungan saling mempengaruhi, dimana ide, kepentingan, kehendak, dan upaya suatu negara untuk menguasai pikiran negara lain yang ditransformasi ke dalam simbol-simbol dengan berbagai macam peralatan dan motivasi, maka hubungan internasional telah bergeser ke komunikasi internasional.
Gangguan komunikasi yang paling dominan dalam wacana politik yaitu masalah ideologi, karena masalah ini harus dikompromikan dengan nilai-nilai yang berlaku dalam suatu negara. Karena itu jalinan komunikasi antara negara nasional lebih banyak menggunakan pendekatan sosiokultural dan ekonomi ketimbang pendekatan dengan ideologi.
Modul 9 - Dampak Pendapat Umum (Public Opinion) Terhadap Komunikasi Politik : Konsep Pendapat Umum, Opini Publik Nasional dan Opini Publik Internasional
9.1 Konsep Publik dan Opini Publik dalam Sistem Komunikasi
Konsep public opinion muncul dari pengertian hak-hak asasi manusia yaitu hak berbicara dan hak menyatakan pendapat, terutama setelah Magna Charta tahun 1215 sebagai tonggak demokrasi yang menjadi isu pokok pada saat ini.
Pendapat umum dapat dibedakan dari rationalization, projection, identification dan bandwagon technic. Pendapat umum merupakan gejala yang tumbuh subur di Negara penganut demokrasi dan bersifat dinamis, serta akan tinggi tingkat intensitasnya apabila didasari oleh peristiwa-peristiwa politik.
Peran pendapat umum berpengaruh terhadap berlangsungnya proses social dan terhadap kehidupan politik Negara. Distribusi kekuasaan pada struktur kekuasaan yang tidak cocok dengan aspirasi akan menjadi factor penyebab timbulnya pendapat umum nasional.
Pendapat umum nasional tidak hanya berada dalam lingkup internal namun dapat melintasi batas Negara dan berkembang dengan pendapat umum Negara lain.
Dalam sosialisasi dan partisipasi politik, pendapat umum sebagai factor yang sangat menentukan bagi pihak lawan politik. Pendapat umum dapat dijadikan factor untuk melemahkan pihak lawan politik.
9.2 Pendapat Umum Internasional dan Moral Internasional
Pudarnya bipolarisasi strategis ke arah multipolarisasi. Munculnya aliansi-aliansi di berbagai kawasan, timbulnya pemisahan istilah antara utara dan selatan, sedikit banyak akan mewarnai terhadap nilai opini yang tumbuh. Istilah ini tidak hanya membeku pada dikotomi istilah, tapi muncul dikotomi lainnya seperti ‘barbarian dan civilized’ rural dan urban, tradisional dan modern.
Telecommunication network system telah ditentukan dan bahkan lebih banyak dinikmati oleh berbagai negara di dunia ini. Jaringan komunikasi yang berupa telecommunication network dan transportation network, keduanya sebagai sistem komunikasi jarak jauh. Kedua macam temuan ini telah mengakibatkan bahwa hbungan internasional antar bangsa lebih banyak mengadakan pengelompokan pendapat, sehingga pendapat-pendapat di dunia internasional makin lama makin dirasakan lebih efektif di dalam pengaruhnya terhadap bangsa-bangsa dibanding pada masa lampau.
Pembentukan opini publik internasional diwujudkan oleh masalah nasional yang mempunyai persamaan dengan beberapa Negara sekitar masalah keterbelakangan, kelaparan, kekurangan gizi, perbedaan social, krisis energi dan masalah pemuda. Kesamaan tersebut akan terintegrasi dalam suatu pendapat yang mendorong untuk mengadakan kerja sama antar negara-negara tersebut.
Dalam bidang komunikasi internasional, diperhatikan frame of reference dan field of experience dari berbagai bangsa yang akan mempengaruhi hubungannya satu sama lainnya melalui komunikasi internasional terkait dengan konsep dan gambaran, sikap, stereotype pada bangsa-bangsa yang berlainan.
Penggunaan sistem komunikasi modern yaitu dengan sistem satelit, hambatan secara hardware dapat teratasi, namun timbul masalah-masalah baru terhadap sikap mental dan moral nasional, karena dengan sistem satelit ini berlangsungnya komunikasi melintasi berbagai negara dan beberapa benua tanpa menghiraukan lagi norma, tradisi, idiologi dan tata nilai yang ada pada negara-negara bersangkutan.
Dengan alat teknologi modern, maka pertukaran informasi data dan fakta, kemajuan dan kejadian diberbagai negara akan lebih cepat diikuti oleh negara lain. Walaupun sebenarnya komunikasi jarak jauh ini lebih cenderung ke arah komunikasi pasif, karena tidak dapat diadakan dialog dan diskusi untuk lebih memperjelas pesan-pesan yang disampaikan. Komunikasi berlangsung searah dari pemberi atau komunikator, sedangkan komunikan hanya menerima secara pasif tanpa adanya feedback atau respons.
Moral internasional perlu ditegakkan untuk menghindari sikap manusia, supaya tidak terlalu serakah dalam konteks pergaulan internasional. Bagaimanapun juga masalah moral internasional merupakan salah satu masalah yang memerlukan uraian tersendiri.
Masalah moral internasional dan peperangan tidak dapat dipisahkan, oleh karena salah satu jalan tercapainya moral internasional itu mungkin hanya melalui suatu peperangan total, yaitu untuk melenyapkan suatu kondisi yang buruk dan menciptakan kondisi yang paling baik. Memang pada hakikatnya peperangan menimbulkan kondisi yang sangat rusak dan parah, akan tetapi tidak berarti, bahwa melalui peperangan tidak mungkin dicapai suatu kondisi yang lebih baik, terutama dalam pengertian moral internasional.
Masalah nasionalisme merupakan masalah perkembangan pemikiran manusia terhadap eksistensi negaranya sendiri. Bagaimana perkembangan negara-negara tersebut merupakan bukti adanya kekuatan moral nasionalisme yang semakin berubah dari nasionalisme tradisional menjadi nasionalisme universal. Sarana untuk perjuangan menguasai pikiran manusia itu dilakukan melalui apa yang disebut dengan propaganda.
EmoticonEmoticon